Monday 22 February 2016

TIRAI DIBALIK KALBU

   Entah apa yang ada dibenakku saat itu, berkecimpung dalam pergaulan yang sebelumnya belum pernah aku temui. Suasana kelas yang hiruk pikuk seperti pasar, keegoisan individual yang memanas, dan ke-sok aktifan seorang peserta MOS yang sebenarnya kemampuannya biasa saja.
Tirai di Balik Kalbu

Mataku menerawang ke semua sudut kelas, pojok kelas yang dipenuhi sarang laba-laba, layaknya kelas yang tidak pernah dihuni, bangku reot, papan tulis kotor, dan eternit yang sebagian sudah pada bolong.
Saat itu pertengahan bulan juli, awal pertamaku masuk SMA. Suara kakak kelas terdengar berebut untuk meredamkan suasana yang mulai tidak jelas tujuannya. Mata dan pikiranku masih menerawang jauh ke tempat-tempat yang sangat asing bagiku. “Hei, ti SMP mana?” Tiba-tiba seseorang membuyarkan kefokusanku mengamati ruangan yang kini aku tempati. 
“Ha…?” Kataku kaget, sekaligus tak memamahami apa yang ia katakan, “Maksudnya …?” kataku lagi. “Dari SMP mana?” Katanya mengulang pertanyaannya. “Oooh, aku ? Aku dari MTs daerah Jawa Tengah.” Jawabku. 
Aku lupa, saat itu aku berada di tempat yang  berbeda dengan peradabanku, dengan bahasaku, sekaligus dengan jiwaku. 
Semua kegiatan berjalan begitu lambat, bosen benar aku berada disini. Omongan mereka yang  sama sekali  tidak aku pahami dan juga tingkah laku mereka yang menurutku over acting.
Sudah,, buyarrrr,, aku pulang dengan raut muka  memelas.
  Hari-hari pertamaku  masih aku  lalui dengan indah. Aku mulai bisa beradaptasi dengan tempat baruku. Aku mulai punya banyak teman, dan untuk suasana lingkungan yang lumayan extrim, aku mulai bisa mengikutinya. 
Selama satu tahun aku menikmati kehidupan baruku. Tapi sayangnya hal itu  tidak berlangsung lama. Setahun kemudian, “Dari mana saja kamu, jam segini baru pulang,  pekerjaan di tinggalkan,  adik nggak diurus?” Suara itu seolah-olah menampar pipiku yang merah karena panas. Aku tak menjawab sedikitpun. Aku pulang telat saat itu, biasa aku pulang 13.30, hari ini aku pulang habis ashar karena ada rapat OSIS. Aku Cuma ngloyor masuk kamar dan tak memperdulikan ibu yang masih mencak-mencak diluar.
Aku merasa kehidupanku yang begitu ketat, membuat aku menjadi orang yang paling munafik didunia. Muka manis, senyum yang ramah, perilaku sopan, semuanya cuma aku suguhkan dilingkungan rumah, tapi diluar sana, apa  yang aku lakukan? Aku bertingkah layaknya orang yang bebas  tanpa pengawas. Hanya untung saja, aku masih punya iman. Aku masih takut dengan murka tuhan.
Siang itu, aku minta ijin untuk mengajar di SD, bukan ucapan dukungan  yang aku terima, tapi malah omelan yang harus aku hadapi, “terus saja pulang sore, tak peduli kerepotan ibu yang setiap hari mengurusi rumah tanpa ada yang membantu, anak macam apa kau ini ? “ lagi-lagi aku tertampar kata-kata ibu yang meluluh lantahkan semangatku, mencabik-cabik semua harapanku untuk menjadi manusia yang mengabdi pada negeri. Kenapa harus aku, punya ibu yang tak peduli dengan masa depan anaknya. Teman-temanku cuma bisa menghibur dan menghibur. Aku tahu tak ada yang lebih baik mereka lakukan selain hal itu. Aku sebisa mungkin membagi waktu untuk sekolah dan rumah. 
Entah capek atau dapat hidayah dari mana, perubahan sikap ibu mulai aku rasakan, walaupun tidak 100%, tapi paling tidak rada mendingan dari pada biasanya.
***
“Aku pengen ketemu. Sekarang. Ditempat biasa.” Saat aku buka sms, Niko minta ketemu. Dia pacarku yang baru sebulan lalu baru jadian. Entah apa yang membuatku menerima dia jadi pacarku, tak ada cinta dihatiku untuk dia, aku hanya takut dengan karma yang masih dipegang teguh  oleh masyarakat disekitarku. Karena diam-diam aku mencintai sahabat sekaligus kakak kelasku.          Hatiku lebih sakit apabila, panggil saja namanya Danang,  tak ngasih kabar dalam sehari. Rasa rindu yang menggebu, membuat aku lupa dengan status yang aku sandang dengan Niko.
Niko, pribadi  yang tidak  begitu aku kenal, karena saat itu aku kenal dia lewat FB. Aku telah masukkan Niko kedalam jurang kebohongan yang aku buat. Dia masuk dalam kehidupanku yang sama sekali tak ada agendanya untuk memasukkan Niko dalam jajaran hidupku. Berbeda dengan Danang,  pribadi yang humoris, sopan, perhatian, smart, selain itu dia juga alim. Aku suka pribadinya, dan aku merasa dia juga suka sama aku, tapi dia menghargai aku yang telah terlanjur jatuh ke tangan Niko. “ Ada apa, kayaknya serius banget ?” Tanyaku setelah sampai ke tempat yang dia maksud. “ Aku cuma pingin kepastian darimu, aku ngerasa hubungan kita sudah nggax harmonis lagi, sikap kamu yang sama sekali nggak peduli denganku. Nggak pernah sms, nelpon apalagi. Nanyain kabar atau apa untuk basa-basi.” Kata Niko semakin menuntut statusku sebagai pacarnya. Aku hanya diam. Diam dan diam. Membiarkan dia ngomel-ngomel sampai akhirnya berhenti bicara. Hening…
“Aku minta maaf.” Suaraku terdengar memecah kesunyian. “Mungkin selama ini aku nggak peduli dengan perasaan kamu, tapi aku tak bermaksud membuat kamu terapung antara perasaan kamu dan perasaanku. Sekarang terserah kamu, mau hubungan kita bagaimana. Aku tidak akan memaksa.” Kataku. Dia terdiam. Dalam hati aku berharap, berharap agar ikatan ini cepat-cepat berakhir.
 “Aku ingin kita terus, aku sudah terlanjur sayang sama kamu, aku berharap kamu dapat berubah.” Katanya. 
Sebuah jawaban yang tidak perrnah aku bayangkan dalam lamunanku sekalipun. Kenapa dia, batinku. Apa yang dia tunggu dari cewek macam aku. Apa dia tak bisa merasakan ketak-pedulianku selama ini? Aku semakin bingung dengan Niko, tapi aku juga tak bisa berbuat apa-apa. Aku sudah bersikap sebisa mungkin membiarkan dia, menggantungkan hubungan ini agar semuanya cepat berakhir. Karena aku tetap pegang prinsip tidak akan memutuskan cowok. 
Suasana jadi beku seperti sedia kala. Aku tak bisa ngomong apapun. Aku biarkan perasaanku yang campur aduk. Marah, sedih, bingung,,, aarrrrrggghhhh entah apalah aku tak bisa menafsirkan perasaanku sendiri. 
“Oke. Kalau begitu aku pulang dulu,” Kataku. Aku melangkah tapi dia buru-buru memegang tanganku, aku berhenti, dia melangkah ke hadapanku. Menatapku. Aku tak kuasa menatapnya, aku tak kuasa menunjukkan sorot mata penuh kepalsuan dari mataku,”Tatap mataku,” katanya. Aku menunduk. 
“Tatap mataku,” Katanya lagi. Dengan ragu aku menatapnya, seketika aku temukan ketulusan dari sorot matanya. Aku sedikit berdebar-debar. “Tuhan…betapa kejamnya diriku,” Dalam hatiku bergumam. Dia terus menatapku. Aku semakin tak kuasa membiarkan suasana ini terjadi. Aku melepas genggamannya. Pergi.
Dilain tempat, tanpa kusadari, ternyata Danang juga  menyaksikan apa yang aku alami barusan. Hatinya sakit, lebih sakit dibanding dengan tertusuk besi panas. Dia pingin berteriak mengecam semua itu, tapi apa dia daya, dia tak punya hak, karena bagaimanapun wanita pujaan hatinya sudah ada dalam pelukan pria lain. Mungkin orang-orang berpikir betapa lemahnya dia, tidak bisa bersaing dengan jantan. Dia bukan tipe orang yang begitu, dia orang yang sportif, itulah salah satu sifat dia yang aku sukai.
***
Siang terasa begitu cepat berlalu. Malam itu, malam yang membuat aku merasa menjadi orang yang paling kacau dilingkungan remaja. Kejadian disiang hari yang masih mengacaukan pikiranku. Ditambah lagi kedatangan ayah yang semakin membuat suasana rumah tidak nyaman. Ayah, untuk menyebut namanya saja, males. Dia bukan sosok orang yang berperan layaknya pemimpin rumah tangga, layaknya nahkoda bahtera rumah tangga, tapi dia lebih ke pesakitan yang hanya ingin memenuhi nafsunya saja.  Kesana kemari bergonta-ganti pasangan, tak peduli keadaan kami yang jadi korbannya, aku juga tak tahu kenapa ibu mau dijadikan istri olehnya.
“Untuk apa dia datang kemari?” Aku bertanya pada ibu, seketika mata ayah membelalak mendengar pertanyaanku. Melihat itu aku tak gentar sedikitpun, justru aku semakin menantangnya. Aku terlanjur benci dengan sifatnya, aku terlanjur benci dengan sikapnya.
“Riska !!!!” teriak ibu melihat sikapku yang tak menunjukkan sikap sopan santunku sedikitpun. 
”Ibu orang ini tu nggak pernah peduli dengan kita, berbulan-bulan dia pergi, kemudian muncul lagi, lalu apa maksud kedatangan dia kemari?” Aku bertanya pada ibu, ibu hanya diam. Aku berbalik menatap ayah. 
”Kau mau menghancurkan kehidupan kami lagi? Langkahi dulu mayat Riska!“ kataku dengan amarah dan kebencian yang tak terkendali. 
”Sayaaang....“ ayah mendekat. Bermaksud  membelaiku, tapi aku menepisnya kasar. 
”Ayah  minta maaf, selama ini ayah  khilaf, tak peduli pada kalian. Membiarkan kalian membanting tulang mencari sesuap nasi, ayah sungguh minta maaf.“ Dia berkata memelas. Entah ekspresi sungguhan atau hanya dibuat-buat. Aku tak peduli, mau sungguhan atau dibuat-buat, yang pasti aku terlanjur tak menerima kehadiranya.  Hatiku terlalu sakit untuk menerima kenyataan ini. Dari kecil aku rindukan sosok seorang ayah, tapi figur itu tak pernah muncul dihadapanku. Sampai aku membuat pemahaman sendiri, kalau ayah itu hanyalah sesosok manusia yang tak dapat diandalkan, tak bisa  dijadikan tempat berlindung. 
”Sudahlah...., aku tidak akan mempermasalahkan ini lagi, capek sudah hidup ku menghadapi semua ini.“ Kataku sambil masuk kamar. Aku tak tahu apa yang mereka bicarakan selanjutnya, aku tak ingat lagi, tertidur.
***
Pagi harinya, seperti biasa,  kegiatan sebelum ke sekolah, aku bantu-bantu ibu membersihkan rumah dan masak-masak. Diam-diam aku mencari-cari orang yang katanya ayahku, tapi tak aku temukan sosok tadi malam yang membuat aku marah.
”Orang itu pergi lagi?“ Tanyaku ke ibu.
“Maksud kamu ayah kamu?“ Tanya ibu sambil  memandangku. 
Aku hanya diam sambil terus mencuci piring. 
”Sampai kapan kamu akan membencinya Riska?“ Dengan tatapan penuh penantian ibu mencoba meneliti keteguhan hatiku. Aku tak menjawab. Aku terus menyelesaikan tugasku. Ibupun kembali dengan tugasnya. 
”Sebenarnya aku sudah capek  bu kalau harus marah-marah terus saat laki-laki itu datang ke rumah. Tapi  sampai kapanpun aku tak bisa memaafkannya.“ Kataku sambil terus menyelesaikan tugasku pagi itu. Ibu tak menjawab apa-apa, dia tahu watak burukku, keras kepala.
Hari  ini, suasana kelas terasa berbeda, obrolan teman-temanku yang mulai aku pahami sedikit demi sedikit, ternyata mengganggu pagi suramku. 
”Tuh lihat !!! cewek gila yang sok kecantikan udah datang.“ Terdengar sayup-sayup suara seorang cewek yang aku kenal betul suara cewek itu siapa. Dewi. Yaaa…..dia adalah Dewi teman sekelasku. Pernah jadi teman satu geng juga. Entah apa yang membuat aku dan dia hengkang, mungkin karena watak keras kepalaku juga. Watak yang pada dasarnya tak aku sukai ini terlanjur mendarah daging. Sampai-sampai teman-temanku menjauhiku karena tak mau bersitegang denganku. Mungki selama ini hanya Niko yang tahan dengan sifat burukku itu. Setiap hari aku cuekinpun dia takkan peduli. Aku sampai bingung, apa yang harus aku lakukan untuk melepaskan diriku darinya. Lama-lama aku merasa begitu tersiksa. Aku yang terus menerus membohongi diriku dan juga Niko. 
Yang tidak aku pahami dari Niko cuma satu, kenapa dia terus mempertahankanku, kenapa dia kuat berhari-hari bahkan sekarang sudah berbulan-bulan berhubungan denganku. Hubungan yang tidak jelas untung ruginya.
Sore ini, lagi-lagi Niko minta ketemu. Bagai keledai bodoh, akupun menyetujuinya.  Aku terus mengutuk diriku, aku terus mengecam kemunafikanku. Aku sama sekali tak mencintainya, bahkan sama sekali tak berencana untuk mencintainya. 
Saat kami ketemu, Niko terlihat canggung. Dia dandan cool banget, menurutnya. Tapi menurutku, biasa aja.
“Riska, aku bawa sesuatu buat kamu,” kata Niko membuka pembicaraan. 
“Aku sengaja ngajak kamu ketemuan cuma pingin ngasih ini.” Kata Niko sambil menyodorkan sesuatu. Sesuatu dalam plastic, masih dibungkus kotak juga. Aku menerimanya. 
“Apa ini?” tanyaku penasaran. 
“Sesuatu, tapi kamu tak boleh membukanya sampai kau tau siapa aku.” Baru kali ini aku dikagetkan dengan kata-kata Niko. 
“Apa maksudnya?” pikirku 
“Kenapa?” tanyaku heran. 
“Kau akan tahu siapa aku nanti.” Jawabnya.
 “Sekarang sebaiknya kamu pulang.” Katanya lagi.
Berkali-kali bertemu dengan Niko, baru kali ini aku merasa enggan untuk pergi duluan. Niko berlalu tanpa kusadari. Aku masih berdiri terpaku, memegang barang misterius pemberian Niko.
***
Hari berganti dengan cepat. Suasana di dalam rumah terasa begitu aneh buatku. Ibu dan laki-laki yang mengaku sebagai ayahku juga ada di rumah saat aku pulang ketemu Niko kemarin. Aku masih tak peduli dengan kehadirannya. Walaupun akhir-akhir ini laki-laki itu terus berada di rumah
Sore itu, saat aku sedang asyik dengan  hobiku bermain-main didalam kamar, tiba-tiba ibu memanggiku, ”Riska. Teman kamu datang tuh, ditunggu di ruang keluarga.“ Katanya .
 ”Teman?  Siapa?  Kok di ruang keluarga segala.“ Sesaat aku berhenti bermain. Kemudian aku keluar kamar.
Begitu sampai di ruang keluarga, aku melihat ibu, adikku, Niko dan laki-laki yang katanya ayahku. Aku berjalan males menghampiri mereka. 
”Sini duduk sayaaang...“  Kata ibu. Yang lain hanya diam menatapku. 
”Ada apa? Tumben amat pada ngumpul?“ Tanya ku. Aku masih belum duduk.
Aku masih berdiri di dekat kursi dimana ibu duduk. ”Riska, maafkan kami, jika selama ini kami tidak berterus terang terhadapmu. Kami membiarkanmu hidup sengsara, dan kami tak bisa berbuat apa-apa untuk membuat kamu bahagia.“ Suara ibu tercekat di tenggorokan. Lama dia terdiam, seolah-olah ada sesuatu yang menyumbat tenggorokannya. Aku masih belum paham dengan apa yang mereka katakan. Aku masih terus berdiri didekat kursi ibu. 
”Riska, selama ini kami menyimpan rahasia besar tentang kamu.“ Kata ayah. Aku masih tak bergeming. 
”Ini mengenai keluarga kamu.“ Lanjutnya.
“Iya Riska, sebenanya kami bukan keluarga kandung kamu.“ Kata-kata ibu kali ini benar-benar melemaskan seluruh pesendianku.
 ”Barang-barang yang kemarin aku kasihkan ke kamu adalah foto mendiang keluargamu Ris.“ Kata Niko semakin membuat aku linglung. Aku masih tak  mengerti. Aku masih mencerna kata-kata mereka. Baru ketika aku tak kuasa menahan air mataku, aku sedikit bisa memahami maksud mereka. Ternyata aku bukanlah siapa-siapa di rumah ini. Wanita yang selama ini  suka marah-marah sama aku. Wanita yang kini sudah berubah seratus persen ternyata buka ibuku. Laki-laki yang sangat aku benci juga bukan ayahku. Dia ayah Niko, laki-laki yang selama ini begitu sabar menghadapi sikapku. Mereka ternyata punya kesalahan dimasa lalu. Ayah Nikolah yang menyebabkan keluargaku tak utuh. Tinggal aku seorang. Ia berbuat baik dan menahan semua perilakuku demi pengabdian atas kesalahannya.
Aku terus menangis. Menangis sampai air mataku kering. Menangis untuk kebodohanku. Kebodohanku yang tak pernah mengetahui  siapa aku sebenarnya. Air mataku tak mau berhenti sampai aku bisa  melihat keluargaku. Aku berlari keluar rumah. Terus berlari, tak mendengar teriakan dari orang-orang rumah yang mengejarku. Aku akan terus berlari. Berlari sampai air mataku kering. Berlari sampai kakiku tak sanggup lagi untuk berlari. 

Friday 19 February 2016

Metamorfosa Sebuah Kesuksesan

Metamorfosa  Sebuah Kesuksesan
Kepuasan, kesuksesan, kekayaan, pangkat dan derajat yang tinggi. Itulah keinginan sebagian besar maunusia yang tinggal di muka bumi ini. Menjadi manusia yang terhormat yang memiliki segala sesuatu yang di inginkan, seolah-olah menjadi suatu keharusan yang harus dipenuhi dalam kehidupan manusia. Kenapa manusia begitu terobsesi dengan kesuksesan? kenapa manusia begitu berkeinginan untuk menjadi orang berpangkat? Kenapa manusia begitu berambisi untuk mendapat kekayaan? Mungkinkah hal tersebut merupakan cara untuk membuat mereka puas dengan kehidupan yang mereka jalani? Entahlah, hanya mereka yang tahu tentang tujuan hidup masing-masing. Tapi yang pasti, setiap manusia punya mimpi. Manusia punya cita-cita. Dan mereka berhak untuk mewujudkan mimpi mereka. Mereka berhak untuk menggapai cita-cita mereka. Aku adalah salah satunya. Aku manusia yang punya mimpi, aku manusia yang sangat berambisi dengan cita-citaku.

Sejak kecil aku dibesarkan dengan orang tuaku, aku hidup dengan kesederhanaan yang selalu menghiasi hari-hari kami. Hidup kami sederhana, meskipun terkadang masuk kategori pas-pasan. Tapi kami bahagia. Terkadang terlintas dalam pikiranku, kenapa manusia bermimpi untuk menjadi orang sukses, kenapa manusia bercita-cita untuk menjadi orang yang besar, padahal dengan kehidupan kami yang sederhana, yang jauh dari kata kaya saja, kita sudah bahagia? Pikiran sempitku terus terbang memikirkan hal itu. Aku berpikir bahwa tujuan manusia di dunia adalah untuk bahagia. Kalau sudah bahagia, kenapa mesti bersusah payah untuk meraih yang lebih? Yaaaah itu hanya sebatas pikiran sempitku. Pola pikir yang muncul dari lingkungan yang terbatas pula.
Pikiran-pikiran kecil itu mulai melemah, saat aku harus berkecimpung dengan dunia yang lebih luas. Saat aku harus pindah dari tempat kelahiranku. Aku hijrah ke kota mengikuti saudara dari pihak ibuku. Aku tinggal bersama mereka, dan aku juga melanjutkan studyku di daerah mereka. Daerah yang tentunya jauh berbeda dengan daerah tempat asalku. Aku seperti bayi baru lahir di tempat itu. Sama sekali asing buat jiwaku saat itu. Aku harus beradaptasi dengan lingkungan yang begitu plural. Kebudayaan mereka, kehidupan mereka, sangat berbeda dengan tempat dimana aku tinggal sebelumnya. Disitulah aku mulai membangun jiwaku yang baru. Mau tak mau aku harus menyesuaikan dengan lingkunganku yang baru.
Waktu terus berlalu, sampai akhirnya aku mendapati diriku yang mulai terpuruk. Pindah ke kota merupakan sebagian dari ideku untuk mencari pengalaman lebih. Meskipun hal itu tak sepenuhnya di restui orang tuaku. Aku mencoba mencari sensasi baru dalam hidupku. Tapi ternyata, hal itu bukan solusi yang bagus untuk merubah pola pikirku. Aku masih seperti yang dulu. Sampai tiba waktuku untuk menerima kelulusan dari sekolah menengah atas. Aku sukses lulus SMA. Tapi apa yang aku dapat? Yaaahhh kepolosan seperti sedia kala. Seperti halnya aku yang baru lulus SMP dulu. Disitu aku mulai bingung. Apa yang sebaiknya aku lakukan? Bekerjapun  kayaknya aku tak punya pengalaman sama sekali, keahlianpun tidak.
Dengan bekal keyakinan, aku diboyong kembali ke tempat asalku. Tempat dimana aku dibesarkan, tempat aku mendapatkan kemurnian jiwa. Tempat aku mendapatkan kesederhanaan hidup. Disinilah aku mulai merintis kehidupan baruku lagi. Aku tata lagi jiwaku yang begitu berantakan setelah bergaul dengan begitu banyak manusia. Aku menikmati kehidupanku di kota, tapi hal itu tak merubah tekadku untuk membuat orang tuaku bangga. Itulah cita-citaku. Itulah mimpiku. Melihat orang tuaku bangga memiliki aku adalah cita-cita terbesarku. Aku rela melakukan apapun untuk membuat mereka tak menyesal memiliki anak seperti aku. Kehidupanku di kota yang aku pikir bisa membuat mereka tersenyum bangga, ternyata tidak begitu membuahkan hasil. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk memboyongku kembali ke rumah.
Sekarang aku disini, sedikit demi sedikit senyuman itu mulai muncul. Aku tak melakukan hal besar yang mempengaruhi manusia di bumi, tapi perubahan drastis yang ku alami, membuat orang tuaku tak bisa berkata-kata.  Aku tinggal di sebuah pesantren. Aku kuliah sekaligus menuntut ilmu agama disini. Awalnya tak ada kesan mendalam dalam kegiatan baruku di pesantren. Jiwaku yang sudah terlanjur lepas dari norma-norma agama merasa asing dengan segala peraturan yang ada. Peraturan yang harus ditaati, peraturan yang begitu mengekang. Aku serasa tak mampu untuk menjalaninya. Tapi keinginan besar untuk membuat orang tuaku bahagia melumpuhkan keinginanku untuk kembali ke rumah. Aku berusaha menerima semuanya, aku berusaha meganggap semuanya  baik-bik saja.   
Waktu terus berjalan, kehidupanku mulai berubah. Aral rintang terlalui satu persatu. Perasaan tak betah dan keinginan untuk pulang lama-lama terkikis. Aku menikmati semuanya. aku terapkan teori hikmah dalam segala hal. Tak ada yang istimewa meamang, malah terkesan merendahkan diri. Tapi apa yang aku dapat sekarang? Tak ada yang menyangka apa yang aku dapat. Yang aku cita-citakan terwujud. Apa yang aku harapkan sejak aku lahir di muka bumi benar-benar jadi kenyataan. Orang tuaku bangga, kehidupanku tercukupi. Tak ada yang lebih membuatku bahagia di dunia ini, selain tekad balas budi terlampaui.
Bukan maksud untuk membayar biaya yang sudah dikeluarkan orang tua demi masa depanku, tapi paling tidak, sedikit limpahan prestasi bisa membuat mereka tersenyum bangga. Aku lihat senyuman mereka yang mengembang begitu bahagia melihatku di atas podium menerima penghargaan. Aku lihat air mata haru yang mengalir dari sungai kecil mereka sebagai tanda bahagia yang tak terkira, saat aku beraksi di atas panggung.
Berbagai prestasi aku dapat, tapi tak membuat asaku putus untuk terus membuat mereka bangga padaku.  Tak henti-hentinya orang tuaku terus memberi wejangan padaku. Jangan pernah menyerah untuk terus menorehkan prestasi. Meskipun kegagalan terus mendampingimu, bangkitlah. Berusahalah sebisa kamu, sekuat yang kamu mampu. Jangan lelah untuk menuntut ilmu, karena ia yang akan mengangkat derajat kamu kelak di dunia dan akherat. Nasihat demi nasihat mereka lontarkan hampir di setiap hari, tiada henti.
Perjalanan tak selamanya mulus nak, banyak duri tersebar dimana-mana.  Kamu harus pandai-pandai mencari jalan kedepan agar semuanya baik-baik saja. Tak ayal  kehidupan memang harus dibarengi dengan hal-hal ekstrim yang bisa membuat para penikmatnya semakin tertantang.  Apalah arti kehidupan jika ia berjalan mulus tanpa adanya lika-liku yang harus dilewati.

Yaaahhh ...aku pun mencoba memaknai lika-liku kehidupan itu sebijak yang aku bisa, meskipun pada akhirnya aku tak tahu apa yang sebenarnya sedang aku hadapi. Tapi yang jelas langkahku terus tertata ke depan demi kesuksesan yang menunggu untuk diwujudkan. 

Thursday 18 February 2016

Terasing di Dalam Negeri


          


Haii..hai ..haiii....guys. Yups tak dipungkiri , menulis ternyata tak bisa serta merta hanya mengetikkan kata-kata tanpa konsep yang jelas. Disini aku akan ceritakan sedikit tentang kehidupan aku dan kawan-kawanku yang boleh di bilang berbeda dengan yang lain. Kenapa kok beda? 
Yuhu, kebetulan kita tinggal di lingkungan yang tidak biasa seperti halnya orang lain di sekitar kita. Do you know what i mean? Ohhh ..pasti bingung ya, karena tulisanku yang sedari tadi muter-muter nggak jelas. Oke... Langsung saja, cekidot. 
Kalian bisa lihat foto di sebelah kanan tulisanku ini guys,..Yaahhh begitu menggemaskannya mereka. Tapi apakah kalian tahu siapa mereka? Betul sekali. Mereka adalah kawan-kawan kecilku yang rela berjuang dan terasing di negEri yang tercinta ini. Kami harus merelakan menomor duakan bahasa ibu kami demi mewujudkan cita-cita kami untuk menaklukkan bahasa. Kalian masih bingung maksudnya apa? Yahhh. Kita diwajibkan harus berbahasa asing tepatnya bahasa arab dan bahasa inggris di lingkungan yang tentunya tak ada yang menggunakan kedua bahasa tersebut untuk berkomunikasi setiap harinya. Banyak kekonyolan-kekonyolan yang terjadi di antara kami. Tentunya kalian maklum lah apa penyebabnya. Yaappsss bener sekali. Penyebabnya adalah karena kami tidak terbiasa dengan bahasa yang menurut kami sangat asing itu. Singkat kata, kita biasa memanggilnya esay (nama asli disamarkan) berhubung keseharian kami harus jadi orang asing di negeri sendiri, kami pun berusaha sekuat tenaga dan pikiran untuk berbahasa inggris dan bahasa arab setiap harinya. Yang namanya kemampuan orang pastilah beda-beda. Ada yang sudah lancar, ada juga yang masih biasa saja. Tapi tak boleh lah kita terus memandang mereka hanya sebelah mata. Yang jelas usaha mereka girls, sangat luar biasa.  Kebetulan yang bersangkutan ini sedang di bathroom. Yaahh..yang namanya cewe sudah di kamar mandi di tunggu juga nggak tahu di tunggu. Seolah-olah tu kamar mandi hanya untuk dia seorang. Ceritanya teman yang di luar bilang pada mba easy  ini. dialog antara keduanya pun tak bisa di hindari, "Mba easy i ask your rinso, yes ?" Dengan logat jawa kentelnya, temen mba easy ini minta rinso pada mba easy. Namanya juga di kamar mandi, mau di panggil-panggil berapa kali juga susah kali nyambungnya, kan nggak ada sinyal yaa..(kaya hp saja). Karena nggak jelas yang diluar bilang apa, mba easy pun mencoba memperjelas, "apa ?" kata mba easy dengan santainya.  Yang diluarpun mngulangi kata-katanya, " i ask your rinso, yes ?" Logat masih sama kaya sebelumnya, Logat jawa kenthel. Bisa di bayangin dong kaya gimana nada javanesse englishnya. "Apa? " jawab yang di dalam lagi....Entah karena nggak tahu artinya atau memang nggak denger. Kita husnudlon saja kalau yang di dalam kamar mandi ini nggak denger dengan apa yang di ucapkan oleh temannya yang di luar.  Akhirnya yang di luar pun merasa kesal karena dari tadi hanya dapat jawaban apa dan apa. Dengan nada sedikit ketus yang di luar pun bilang "Nyong njaluk rinsone yaaa (Aku minta rinsonya ya...)" Begitu kalimat itu meloncat dari sela-sela gigi temannya, dengan sigap yang di dalam kamar mandipun menjawab "yessss ...." bersambung ....:)

Tuesday 16 February 2016

Siapa Tak Kenal Cinta?

cinta ...
semua orang mengenalnya, 
terkadang kau hadir menggebu-nggebu sampai menyesakkan dada.
terkadang kau menghilang tak berbekas, bahkan menyisakan rasa yang bukan lagi cinta ..
cinta itu apa, siapa, dimana, kenapa dan bagaimana ???
begitu banyak manusia mendambanya.
oh ..cintaa
terkadang buta, lebih banyak menderita.
terkadang mempesona, lebih banyak nestapanya...
kenapa butuh cinta ???
cinta kepada siapa ???
cinta untuk apa ???
dan cinta yang bagaimana ????
aku suka, bahagia, menderita, bahkan gila, juga karena cinta ...
cinta seolah jadi dewa
diagungkan, disanjungkan,

Mencari ketentraman tak harus ke luar negri

Tasyakkur bini'matillah, 
Nikmat seperti apakah yang kau inginkan? 
Jika nikmat yang kau miliki sekarang tidak bisa menuntunmu untuk bersyukur? Apakah kau menunggu hartamu menggunung baru akan bersyukur? Lalu bagaimana dengan berfungsinya seluruh anggota tubuhmu selama ini, apakah kau tetap tidak menganggapnya sebagai gundukan nikmat yang tak bisa di setarakan dengan gundukan harta manapun? 
Gunakanlah akalmu untuk berfikir wahai saudaraku.
Tafakkur bikholqillah. Tafakurilah semua ciptaan Alloh yang selama ini kau nikmati. Tidakkah hal itu cukup bagimu untuk semakin mendekatkan diri kepada-Nya?
Tadabbur bifadllillah. Tak ada anugerah yang terindah yang pernah kita rasakan selain dari Tuhan Yang Maha Esa. Pernahkah engkau melihat indahnya keseimbangan dan keserasian anggota tubuh kita? Dimana Alloh menempatkan seluruh elemen tubuh kita sesuai dengan kebutuhannya. Ia tempatkan mata, hidung, bulu mata, alis, dan elemen wajah lainnya dengan selaras dan serasi untuk melengkapi wajah kita. Coba seandainya salah satu dari elemen wajah kita tak ada, bisa terfikirkan betapa riwehnya kita mencari cara agar wajah kita bisa terlengkapi elemenya seperti orang yang lainnya.
Oleh karena itu wahai saudaraku, ketentraman, kenyamanan, dan keikhlasan hati berawal dari diri kita. Tak perlu kita merantau jauh hanya untuk mencari ketentraman hati. Kitalah yang membuat hidup kita tentram.
Ihfadzillaha yahfadzka ..barang siapa yang menjaga Alloh, niscaya Alloh akan menjaganya.
Ringankanlah beban kita dengan qonaah dengan ketentuan-Nya.

Rinduku akan kesunyian diammu

Terus bertatap bayangan,
Pikiran menembus alam bawah sadar,
perlahan menumbuhkan kesadaran dalam kendali akal yang sangat terbatas.
Keterbatasan akal yang menjadi pusat kegiatan kesadaran manusia,
jantung berdetak menandakan adanya kehidupan,
tetapi akal menguasai bersemayamnya ruh dalam jasad manusia.
Tersapih, mungkin aku bukan orang yang paling bersedih saat kau diam.
Tapi akulah orang yang paling kehilangan saat tidak aku  temukan lagi diammu dalam kesunyian

Monday 15 February 2016

Anak Hebat Tanggung Jawab Siapa?

Siapa sih yang nggak mau punya anak hebat. Tapi tahukah siapa yang bertanggung jawab atas kehebatan anak?
Anak itu sendirikah? Oran tuanya kah? Gurunya kah? Atau ustadznya yang ada di madrasah-madrasah tempat dia mengkaji ilmu agama? 
Sadar nggak kalau anak yang hebat, terlahir dari orang tua yang hebat?
Pendidikan terbaik anak àdalah orang tuanya sendiri. Tak peduli orang tua mereka lulusan sarjana, SMA, SMP, SD, bahkan tak lulus sekolah, madrasah paling utama bagi anak adalah orang tua mereka. Orang tua hebat bukan berati dia harus sarjana dulu. Banyak orang tua sarjana yang gagal dalam mendidik anak dan mengalami kebuntuan bagaimana menanganinya. Juga tak sedikit orang tua lulusan SD yang berhasil menjadikan anak-anak mereka sebagai panutan orang-orang berdasi. Kefitrahan anak itu hakiki, penentuan keindahan fitrah itu pilihan. Tak perlu lah menyalahkan orang lain, lingkungan, dan semacamnya, sekiranya engkau wahai para orang tua yang baik, mampu mendidik anak dengan baik, niscaya mereka akan jadi cerminan dari didikanmu. salam akhlakul karimah.

Realita Kehidupan

Dunia adalah rasa .
Rasa yang kadang sangat enggan untuk dinikmati…
Kenapa?
Kenapa kita bangga dengan kebahagiaan dunia?
Kenapa kita murung dengan kesedihan dunia?
Kita tertipu dengan eloknya mawar, yang disekitarnya terdapat duri-duri tajam
Dan kita terpedaya dengan halusinasi cinta suci, yang didalamnya terdapat nafsu  syaithoni
Hati …
 pengendali wujud insan sejati..
Dengarlah kawan, apa yang ia katakan untuk kita
jangan kau dengar syetan yang berusaha merajai qolbun salim
lindungilah hati kita dengan filsafat yang lurus..
Selamatkan hati kita dengan ucapan yang mengelus…..
Hati senantiasa merintih mengharapkan pemeliharaan yang bersih,

senantiasa bergetar mengharapkan rangsangan yang maha dahsyat dari syaraf-syaraf kebajikan…

yaa robb, engkaulah yang dapat membimbing aku , hingga ku dapat temukan jiwa yang murni

layaknnya puan dari ukhrowi 

Sunday 14 February 2016

Cinta dalam Diam

Cinta dalam Diam ...
Yaah mungkin inilah yang bisa membuat kita tenang. Saling mencintai tanpa harus dipublikasi. Saling menyayangi tanpa harus saling mengucap janji. 
Terkadang kaku, ragu, dan bahkan malu untuk saling bertegur sapa, padahal kita tak memiliki komitmen apa-apa. Lucu. Tapi begitulah kenyataannya. Kita diam dan bergelut dengan perasaan melawan kerinduan. Sampai kapan ??? Entahlah. Kita hanya saling menanti dan menanti. Mungkin menunggu Tuhan yang mengungkapkan. Yaaa ...sekolot itukah perjalanan cintaku ??? 
Atau apa-apaan ini ???
Tak ada yang bisa menjawab, atau bahkan enggan untuk menjawab. 
Kau yang disana, begitu sempurna Tuhan menyimpan cintamu, hingga sampai saat ini Ia masih saja merahasiakannya. Rindu. Biarkan ia berbalas dengan sendu yang semakin menggebu ...

Bersabarlah Wahai Wanita

wanita,
saat ia menundukkan mata, ia berharap dalam jiwa,
kelak ia akan seperti ibunda imam syafi'i yang buta akan gemerlapnya dunia,
wanita, 
saat ia tutup telinga, ia berharap untuk tuli dengan isu-isu manusiawi,
wanita,
saat ia bungkam seribu bahasa, ia berharap untuk tidak berucap selain doa,
wanita,
saat ia tak berpengalaman menjelajah dunia,
ia berharap untuk bisa melangkah di lingkungan yang penuh rahmah,
wanita,
kau anggun saat melangkah di garis Yang Maha Menuntun,
kau jelita saat kau patuhi perintah dari Yang Maha Kuasa.
qonaahlah dengan takdir-Nya, semoga harum syurga senantiasa setia mendampingi kita ..
amiiin

Untukmu Tulang Rusukku

Ya Alloh …
Jika merindunya adalah sebuah kesalahan …
Aku mohon, jangan biarkan hati ini terus mengingatnya
Jika mencintainya adalah sebuah kesalahan
Jangan biarkan rasa ini terus tumbuh dan mengakar dengan kuat
Jika bercengkrama dengannya adalah sebuah kesalahan
Jangan biarkan komunikasi kami terus erat tanpa halangan
Ya Alloh ...
Dialah yang membuat hatiku berdebar saat pertama bertemu
Dia juga yang membuat aku kikuk saat bertatap muka
Dia yang membuat aku begitu gugup saat melihat wajahnya
Dia juga yang membuat aku tak bisa mengendalikan akal sehat untuk melupakannya
Wahai pemilik tulang rusukku
Tenanglah engkau disana
Jagalah hatimu,
Suatu saat kelak, saat waktunya tiba
Kita akan menyatu dengan tanpa mengotori hati kita dengan saling berburuk sangka
Wahai tumpuan tulang rusukku
Berbaiklah engkau disana
Karena aku akan menjaga diri ini sampai engkau menjemputku untuk menyatukan kembali tulang rusuk kita
Bangunlah saat sepertiga malam, karena pada saat itu aku juga terbangun untuk mendoakanmu
Bersucilah saat tak ada orang yang peduli dengan kesucian
Karena pada saat itu aku juga bersuci untuk menghadap Ilahi
Berdoalah dalam kehinaan sebagai hamba Tuhan,  dan memintalah perlindungan dan ridlo-Nya

Friday 12 February 2016

Pasrah

Jika hati mengharapkan kesucian …
Lantas pikiran begitu membenci keadaan
Apa yang seharusnya dilakukan agar semuanya berjalan dengan seimbang ???
Ya Alloh …
Seperti inikah nikmat yang Engkau berikan padaku?
Seperti inikah cobaan yang Engkau berikan untuk menembus kesuksesanku?
Hamba hanya ingin pasrah yaa Robb ...
Hamba mencintaiMu …

Mencapai Keadilan Tuhan

Tuhan …..
Keadilan-Mu untuk kehidupan manusia,
Mungkin tak akan ada yang bisa mengukur dan menerka
Seberapa besar dan seberapa kecil keadilan itu
Tuhan .....
Jika hamba-Mu berkeluh kesah menuntut keadilan,
apakah semua itu bisa merubah ketentuan keadilan-Mu???
Tuhan ....
Saat diri ini berontak mencari keadilan untuk kehidupannya,
apakah keadilan itu bisa muncul dengan peluh pencarian yang hampir membanjiri jasad???

Rahmah-Mu Tersurat dalam Nama

Ya Alloh,
Rahmah-Mu sungguh indah, bagai bunga di musim semi, semerbak ….
Ya Alloh,,,
Hamba tahu rahmah adalah ciptaan-Mu untuk manusia,
Bahkan kata-kata itu terselip dalam namaku,
Tapi apakah Engkau tahu ya Alloh …
Rahmah-Mu telah melebarkan sayapnya ….terbang ….
Terbang mencari keindahan perealisasian dari kenyataan.
Ya Alloh ...kata-kataku tak mampu meng-grafiskan perasaanku,
Rahmah-Mu terlalu abstrak untuk di realisasikan.
Bungaku mekar, kuntumnya indah melambai
Menyerbakkan keharuman pribadinya.
Jagalah Rahmah-Mu, jagalah Rahmah-Mu yang terlanjur melekat ya Alloh ....
Rahmah,,,, rahmah untuk seluruh alam

Aku Ada Saat Kau Tak Ada

Aku ada saat kau tak ada..
Aku setia mananti bayangan dalam gelap, dalam kesunyian yang tak sedikitpun aku temukan keceriaan,,
dalam hening yang tak sedikitpun aku temukan kadamaian
kau ...
kau takkan pernah muncul dalam angan yang aku rangkai dalam renungan senduku
ya Alloh ....
hatiku kacau, pikiranku tak dapat menjangkau makna dari semua ini
ya Alloh ...
kiranya hamba-Mu ini adalah orang yang kuat imannya
mungkin kegundahan dan kegalauan ini tak kan membelenggu hati ini.
Sehingga berpikir jernihpun aku tak mampu .
Aku hanya inginkan kedamaian disisa pengorbananku,

Akankah Pahala dan Dosa Tetap Jadi Rebutan?

Tuhan penguasa alam, seandainya manusia punya satu nasib, apa yang akan terjadi di dunia ini, akankah baik dan buruk tetap ada ????
Akankah pahala dan dosa tetap jadi rebutan umat manusia???
Akankah syurga dan neraka tetap jadi pilihan terakhir umat manusia???
Aku adalah hamba-Mu Tuhan ....
Aku hamba-Mu yang selalu bertanya-tanya tentang makna hidup,
aku hamba-Mu yang tak tahu makna kehidupan ,,
aku hamba-Mu yang selalu mencoreng muka dengan arang,
apa yang aku haraapkan Tuhan ???
aku tak punya pengharapan lain selain anugrah-Mu,
aku tak punya harapan lain selain pemberian-Mu,
hamba hanya seorang pengemis
pengemis untuk nasib yang lebih baik,
tapi  kenapa aku tak terima dikatakan pengemis,
kenapa aku bangga dikatakan orang yang berpangkat???
Padahal seua itu aku pinta denga cara yang malas.
Tuhan ….
Seandainya anugrah-Mu diberikan untuk setiap orang, mungkinkah mereka semua akan mengingat-Mu ????
Tuhan ....
Dengan kalimat sederhana aku mewakili beribu-ribu perasaan yang menggebu,
memohonkan ampun dan memohon petunjuk atas perjalanan hidup yang lebih baik ...

Lingkungan dan Kedewasaan

Ketidakdewasaan atau kedewasaan bukan ditentukan oleh banyak sedikitnya itungan umur kita,
terkadang seseorang yang telah mencapai umur standar dewasa,
mereka masih bersikap layaknya anak kecil, dan begitu juga sebaliknya,
kedewasaan,lahir tuntutan sosial
tuntutan sosial yang memaksa mereka bersikap bertanggung jawab,
tekanan sosial yang membuat mereka terpaksa berpikir dewasa lebih dini,
mungkin sebagian mengatakan, kedewasaan muncul akibat kekejaman jaman,
ungkapan itu tidak serta merta langsung dibenarkan,
karena tidak jarang manusia yang lahir dari strata sosial tinggipun bisa lebih mandiri mengatur hidupnya,
lebih mandiri menguasai gejolakhatinya, bahkan lebih sukses, karena mereka lebih bisa menguasai atau menghargai dirinya.
Semua orang mengharapkan kehidupan mumpuni sejak dini, tapi kehidupan ini terlalu rumituntuk di selesaikan dengan rumus-rumus kehidupan pada umumnya.
Rumus sosial yang berbelit-belit penuh ketidakpastian
Pemikiran-pemikiran manusia yang saling beradu satu sama lain,
perbedaan pendapat tentang kehidupan antara manusia yang satu dengan yang lainnya,
seolah membuat atmosfer sosial semakin penuh dengan teka-teki yang tak terjawab
dengan suasana yang sudah semakin  rumit begini, sikap dewasa manusia itu sangat penting ditumbuh kembangkan
karena apabila kita hanya mengikuti arus kehidupan, kita tak beda halnya dengan seekor ikan yang mati di sungai.
 Tapi apabila orang itu memandang optimis tentang kehidupan,dia akan berjung melawan arus
Itu bukan sebuah teori kehidupan, juga bukan sebuah motivator kehidupan. Tapi itulah kenyataan yang sedang kita hadapi sekarang.
Kenyataan hidup yang menuntut kita untuk terus berjuang melawan arus globalisasi

Dimanakah Ketidakterbatasan?

Semuanya telah berubah disaat pikiran mulai merangsang tindakan penyadaran.
Semuanya terlalu indah untuk membuat diriku kembali ke masa silam.
Semuanya tak kan tergantikan walaupun  mutiara di dasar lautan menjadi jaminannya,
apa?
Keterbatasan inilah yang menghentikan semuanya
Kepuasan inilah yang melipur semuanya
Dimanakah ketidakterbatasan?
Dimana pula ketidak puasan?
Akankah keterbatasan dan ketidakterbatasan  membangkitkan semuanya?
Akankah kepuasan dan ketidakpuasan mewujudkan semuanya?
Siapa yang bisa menjawab?
Diri kitakah? Orang lainkah?
Atau kita menunggu jawaban tuhan?
Apakah semuanya kan selesai dengan kita menunggu jawaban tuhan?
Malas benar raga ini, disaat batin bertanya-tanya tentang semuanya, dia Cuma diam tak bergerak, diam tak berusaha dan diam tak berpikir.

MATAHARI KEDUA

 Ayah ....
Saat dunia ini menerima tubuh mungilku yang tanpa dosa,
Dan aku menangis meronta dalam pelukanmu,
Dan apabila aku dikuasakan untuk bisa merasakan gejolak alam,
Mungkin aku akan bilang kalau duniaku sekarang sangat luar biasa.
Ayah ....
Saat ini, aku telah diberi kekuasaan menikmati dunia,
Dan aku diberi kepercayaan memangku tugas menjadi ratu diri,  
Aku sungguh merasakan gejolak alam itu.
Ayah ...
Kau bentuk pribadiku dengan peluh yang menandingi asa.
Kau didik diriku dengan kasih sayang yang sempurna.
Kau jadikan aku seperti putri terhormat.
Dijunjung, disanjung,
Dalam kehangatan buaian keluarga.
Ayah ....
Kini putrimu telah dewasa
Kasih sayang, perjuangan, dan pendidikan darimu takkan sia-sia.
Putrimu yang dulu tak tahu apa-apa, kini telah berpelesir mencari kebenaran.
Kebenaran hakiki yang butuh pengorbanan gigih.
Ayah ...
Pengabdianku tak akan membalas jasamu selama ini.
Tak ada yang bisa aku banggakan untuk aku tunjukan padamu.
Ayah...
Seandainya jasamu bisa ditebus dengan harta benda,
Mungkin seribu menara tak akan cukup untuk membalas jasamu.
Ayah ….
Hanya segenggam doa yang bisa aku persembahkan untukmu.
Semoga Alloh membalas semua jerih payahmu selama ini.
Amiinn …

Monday 8 February 2016

TEGARLAH SEPERTI BUMI

Kawan…
Saat dunia ini mengelilingi porosnya, 
Ia begitu tenang membawa beban ribuan makhluk tuhan  penghuni perut bumi.
Tapi kenapa….
Kenapa tuhan, saat beban kehidupan menyelinap dalam kesenggangan waktuku,
Aku seakan menerima beban yang mampu mematahkan semua sendi-sendi kehidupanku.
Semua usaha aku kerahkan untuk menghadapi masalah ini,.
Tapi kenapa tuhan?
Kenapa aku tak bisa menerima,
Aku tak bisa berlapang dada meghadapi semuanya.
Ya Alloh, tuhan semesta alam.
Aku bukan hamba yang mampu tawadlu’ bitakdir
hamba bukan seorang hamba yang bisa qonaah bi qodo’ wa qodar
Ya Alloh …..
Berikanlah hamba kekuatan,
Berikanlah hamba ketegaran menghadapi semua ini...