Tuesday 29 March 2016

Untukmu Wahai Calon Ayah dari Anak-Anakku

Untukmu wahai calon ayah dari anak-anakku..
Mungkin sekarang engkau sedang bermanja-manjaan disana bersama keluargamu..
Engkau tumpahkan keluh kesahmu dalam pangkuan ibundamu..
Engkau rengekkan semua deru desah rasa lelahmu pada ibumu...
Tapi tahukah engkau wahai calon imamku??
Kelak... saat waktunya tiba, engkau harus rela meninggalkan itu semua..
Engkau harus rela menanggung semua keluh kesah dari anak-anakmu dan istrimu...
Engkau akan merasakan nikmatnya mengesampingkan kepentinganmu diatas kepentingan anak-anakmu dan istrimu ...
Untukmu wahai calon ayah dari anak-anakku ..
Sudahkah engkau siapkan dirimu untuk menjaga ahli-ahlimu?
Sudahkah engkau bulatkn tekadmu untuk membela keluargamu dari panasnya api neraka?
Untukmu wahai calon ayah dari anak-anakku...
Tak ayal ketidaksempurnaan pasti akan melengkapi hari-hari kita..
Tapi jnganlah engkau kikuk dengan kekurangan yang Alloh anugerahkan untuk kita..
Kesempurnaan dan ketidaksempurnaan bukanlah hal yng harus di perdebatkan..
Keduanya akan berubah menjadi warna pelangi yang begitu indah jika kita mampu mewarnai keduanya dengan paduan warna yang sempurna.. 

Friday 25 March 2016

Cukuplah Kau Buat Aku Cemburu dengan Waktu

Kau diam disana sayang ....
Seolah-olah kita tak ada apa-apa
Kau berjalan menyusuri sisa-sisa reruntuhan hati yang semakin berkeping-keping.
Kau tak sadar kalau  perasaanmu semakin hari semakin menuntut.

Aku biarkan rasa ini terus tumbuh dan mengakar,
Meskipun aku tak yakin ia akan berbuah.

Mungkin kau tak sadar, saat tak seorangpun mengingatmu ternyata masih ada satu hati yang begitu enggan untuk berpaling darimu.

Tak perduli ia kau abaikan ..
Tak peduli ia kau buat cemburu setiap waktu.
Sebenarnya apa yang kau lakukan, sampai menampakkan diri dalam sekejappun kau tak pernah bisa.

Waktu ...
Ia semakin tegas berjalan.
Tak pedulikan orang-orang yang berteriak memintanya kembali.

Begitukah kamu?
Meskipun aku berteriak memintamu kembali, kau tak peduli Dan terus melangkah meninggalkan aku yang masih berpegang erat dalam genggaman semu.

Kamu Dan waktu ..
Dua hal yang berbeda tapi terasa sama

Saturday 19 March 2016

Setirlah Hatimu Sesuai Jalan Tuhanmu

Beginilah hati kawan ....
Kau tidak akan tahu seperti apa ia bekerja.
Ia merasakan senang, sedih, bahagia, kecewa, menderita, berduka, dan bermacam perasaan lainnya.

Tanpa minta pertimbangan, ia terus berubah-ubah.
Senang, Kau tak tahu kapan rasa senang itu akan datang.
Sedih. Kau tak punya jadwal kapan rasa sedih itu harus datang menghampiri dirimu.
Kecewa, berduka, merana. Semuanya ...
Sama sekali  kau tak punya prediksi untuk kedatangan mereka.

Hati...
Orang bilang ia adalah tuan dari semua bentuk aktivitas dari tubuh kita.
Kau bisa tertawa, Itu karena ada perintah dari hati pada anterios korteks cingulated.
Kau sedih itu juga atas perintah hati.

Bagaimana kau mengelola hatimu sekarang?
Ke arah mana kau bimbing hatimu sekarang?

Jika kau tahu hatimu berperan penting atas tindakanmu?
Apakah kamu akan berdiam diri dan membiarkan hatimu di setir oleh yang lain?
Tanpa melakukan pemberontakan?
Tanpa melakukan perlawanan?
Tanpa melakukan perbaikan agar hatimu tetap dalam kuasa Rabb-mu?

Hati ....
Rumit sekali untuk memahamimu.



Sunday 13 March 2016

Setan Saja Tak Mau Kalah, Bagaimana Bisa Kau Begitu Lemah?

Ada tapi tak ada, 
Kau mampu membuat dirimu ada, tapi kau juga mampu melenyapkan dirimu begitu saja.

Apa yang kau rasakan  saat keinginanmu tak terwujud?
Apa yang rasakan saat mimpi-mimpimu terputus di tengah jalan?
Apakah kau akan diam saja?
Apakah kau akan meminta bantuan?
Apakah kau akan menyerah dan membiarkan semuanya berlalu begitu saja?

Kalau tidak?
Lalu apa yang akan kau lakukan?
Berdiam dirikah?
Memberontakkah?
Atau menghapus semua bayang-bayang mimpi yang kau rajut semalam suntuk?

Siapa yang bisa mengeluarkanmu dari zona tak jelas begitu?
Kenapa kau selalu ragu?
Kenapa kau selalu buntu?
Kenapa pula kau selalu menuruti nafsu?

Apakah kamu tahu, jika setan saja tak pernah menyerah untuk menghancurkan urusanmu.
Ia selalu memporakporandakan tatanan kehidupan yang kau susun sedemikian rupa.
Ia menej semua rencana dalam mimpimu dan ia berantakkan semuanya?

Apakah kau tahu, kalau setan selalu ingin kau mengingkari Tuhanmu dan menuntut yang lebih dan yang lebih?
Kalau setan saja punya strategi untuk mencampuri urusanmu, kenapa kamu begitu santai menghadapi mimpimu yang di hadang cobaan dari sana sini?

Tidakkah kau kenali siapa dirimu?
Tidakkah kau kenali siapa pengabul setiap doamu?
Tidakkah kau kenali siapa perancang dari setiap mimpi-mimpimu?

Kenalilah dirimu. 
Pelan...Pelan ....
Kau akan mengenali siapa Tuhanmu.
Tuhan yang Terbaik, Tuhan yang Tertinggi, Tuhan yang Suci.
Tuhan yang mengerti bahwa mimpimu patut untuk kau  hargai ..

Tuesday 8 March 2016

Yakinlah! Janji Tuhan pasti ditepati

Tak ada jalan yang tak berkelok dalam sebuah lintasan kesuksesan,
Tak ada kesuksesan yang di raih dengan cuma-cuma,
dan tak ada kesuksesan yang di raih tanpa air mata.

Kesabaran dan kepedihan, mungkin bukanlah penebus yang seimbang untuk sebuah kesuksesan yang kita capai, 
Melihat begitu banyaknya kekurangan dan kesalahan yang sering kita lakukan.
Tapi bukanlah sebuah kesalahan jika kita terus menaruh harapan dalam setiap kesabaran dan kepedihan yang kita rasakan.

Lika-liku jalan menuju kesuksesan, bukanlah sebuah permasalahan baru lagi,
dimana kejayaan bukanlah pencapaian  yang akan datang dengan sendirinya,
dan kejayaan bukanlah pencapaian akhir dari setiap tetesan keringat yang kita kucurkan.

Tapi perlu diingat kawan, 
Tak ada kesengsaraan yang hakiki selama iman masih didalam dada.
Tak ada kepedihan yang abadi selama kita yakin janji Tuhan pasti di tepati.

yaa Alloh ...
Jika ketekunanku membuahkan hasil,
Jangan jadikan aku lupa dengan perjuanganku.
Jika kepedihanku memekarkan bunga kebahagiaan,
Jangan jadikan aku sekuntum bunga yang layu karena kesombongan

yaa Alloh ...
Aku hanya bisa menyebut nama-Mu,
Aku hanya bisa mengadu pada-Mu,
Aku hanya bisa mengeluh pada-Mu,
dan aku hanya bisa mempercayakan kehidupanku pada-Mu.

Saturday 5 March 2016

Terasing di Dalam Negeri. Eps. Mawar Bengkok

„Okke..girls let’s translate our material today into english. Don’t forget try to make good sentences okke.” Aktivitas pagi yang lumayan melebarkan mata. Berfikir. Ketika mata masih ngantuk sudah disodori kitab jawa pegon dan harus di alih bahasakan dalam bahasa inggris. Huammmm …..ada yang masih menguap, garuk-garuk kepala, berusaha nahan ngantuk dengan clingak clinguk sana sini. Asikk bener lihat mereka kaya gitu, kaya lagi nonton opera…ahaha 
 Entah kenapa pagi ini tiba-tiba aku di bikin baper dengan materi yang kita bahas. Akhlak. Yaahhh …kata itu mengingatkanku dengan keadaanku, temanku, keluargaku, saudara-saudaraku sebangsa tanah dan sebangsa air ( maksudnya sebangsa dan setanah air, emange cacing ma ikan bangsa tanah dan bangsa air. Ngawur ni lama-lama si penulis). Nasib kita sebagai generasi muda yang berakhlak, sudahkah kita membuktikan bahwa kita memang berakhlak? Atau omdo aja yang di gede-gedein? 
 Heumhhh ....Negeriku tercinta negeriku tersayang. Meskipun aku harus terasing di dalam negeriku sendiri, tapi bukan berarti aku tak peduli dengan tanah airku, tumpah darahku. Justru aku begitu bangga dengan negeri ini sampai terkadang begitu fanatik. Meskipun nggak jarang juga muncul perasaan benci yang sangat sangat tidak terkendali dengan betapa bejatnya moral sebagian bangsa yang tidak bertanggung jawab. Mereka mencoreng negeriku, mereka menodai nama baik negeriku, mereka menghancurkan masa depan negeriku,dan sebagainya dan sebagainya ( Episode allay juga nih kayaknya).
 Yaahh tapi begitulah kenyataannya. Beginilah negeriku, yang sebisa mungkin aku harus mencoba menjadi bangsa yang baik dan nggak ikut-ikutan tu sikap orang-orang yang begitu kejam menyiksa bumi pertiwi dengan tingkah-tingkahnya yang so s***(sorry). 
 okke ...ngomong masalah moral, memang itu momok yang telah menjamur dimana-mana. Dulu ya, pas aku masih kecil, kasus-kasus kriminal itu terjadi di kota-kota besar, lahh sekarang, di pojokan desa terpencilpun sudah ada kasus kriminal. naudzubillah. Apa sih yang mendalangi mereka sampai berbuat kayak gitu? membunuh, mencuri, melecehkan, malah sampai booming tuh kasus sianida, kurang kerjaan banget deh. 
Daripada ngerjain orang lain, mending nyari belut tuh disawah atau bersihin sampah yang bikin banjir, kan lebih bermanfaat. Adduhhh jadi ngelantur kemana-kemana, perasaan mau bahas mawar bengkok deh kok jadi sianida segala di bawa-bawa. 
Eittsss...sabar bro, jangan salah, mawar bengkok disini ada kaitannya dengan kasus-kasus di atas. kok bisa??? Yaa bisa lahh. 
kita cek yaa relasinya sekarang? aku nanya deh ma kalian? kira-kira kalau mawar bengkok itu apa penyebabnya? terus kenapa pula dia bisa bengkok? bisa nggak kalau kita bikin tu mawar nggak bengkok? Ayoo yang bisa jawab tunjuk gigi, eh tunjuk tangan ding..hehe 
 betul sekali heiii kamu yang bisa jawab, begitulah korelasinya. Kita ibaratkan moral bangsa adalah sebatang pohon mawar. 
Dalam kitab Akhlaqul Banin ataupun Akhlaqul Banat karya Umar Ibn Ahmad Barja‘ itu dijelaskan, kalau akhlak seseorang itu diibaratkan sebagai pohon mawar. Disitu di ceritakan kalau dalam Akhlaqul Banat pelakunya adalah Fatimah dan ibunya kalau Akhlaqul Banin sang pelaku adalah Ahmad dan bapaknya. Antara Fatimah dan Ahmad itu sama-sama anak kecil yang berbudi pekerti baik dan juga sangat cerdas anaknya, mereka selalu menanyakan hal-hal yang tidak mereka pahami diusia mereka yang masih sangat kecil. Suatu hari, mereka pergi ke kebun, dan melihat pohon mawar yang sangat cantik, tapi sayangnya pohonnya bengkok. Tanpa di suruh mereka langsung menanyakan kenapa pohon mawar yang begitu cantik ini pohonnya bengkok. Untuk anak seusia mereka, itu adalah pertanyaan yang luar biasa, tandanya mereka peka dengan lingkungan sekitar, kalau aku sih, mungkin kalau lihat mawar bengkok mikirnya karena udah takdir ...hehe. 
kemudian orang tua mereka menjawab, mawar itu bengkok karena ketika masih kecil tukang kebunnya nggak meluruskannya ketika mawar itu bengkok, jadinya saat besar, susah mau di lurusin, nanti bisa-bisa patah pohonnya. 
Sama dengan manusia, ketika manusia itu tidak dididik akhlak yang baik sejak kecil, saat besar nanti mereka akan susah untuk dididik akhlak yang baik. Di larang begini, bilangnya katrok. Nggak boleh begitu bilangnya orang tua kejam, cerewet, nggak sayang dan bla..bla...blaa...berikutnya yang terkadang menyesakkan dada. 
 Jadi, alangkah baiknya bagi kita selaku generasi muda, mumpung belum terlalu bengkok, lebih baik kita cari solusi untuk meluruskan sikap kita yang masih bengkok. Jangan terus salahkan keadaan yang mempengaruhi kepribadian kita. 
Hidup itu pilihan brothers. Kita sudah di tunjukkan antara jalan yang lurus dan jalan berkelok. Tentunya sebagai manusia yang berakal, kita bisa memilih jalan mana yang harus di tempuh dan yang harus kita tinggalkan. Okke guys….salam ukhuwah, tetap semangat dan make a good movement. Mari berhijrah ….:)

Tuesday 1 March 2016

Wa’alaikum salam akhii ….

Wa'alaikum salam akhiii..

“Assalamua’alaikum ukhti, apa  kabar?”
Aku buka handphoneku dan ku lihat ada sms dari nomor yang tak ku kenal.  Sebentar ku ingat-ingat nomor itu, tapi nihil, memori otakku tak berhasil menemukan nomor yang tertera di layar handphoneku sekarang. Rasa penasaran mulai bergelayut ria. Aku ingin membalasnya, tapi keraguan tak mau kalah berdesakan berbaur dengan rasa penasaranku.
Aku masukkan handphoneku ke tas punggung kesayanganku dan tak memperdulikan sms yang baru saja mengacaukan pikiranku.
“Maaa…Aathifa berangkat dulu ya…” kataku. Kebetulan mama lagi di kamar mandi, jadi aku tak sempat cium tangan seperti biasanya.
„Iyaa sayang, hati-hati“. Kata mamaku dari dalam kamar mandi dengan suara yang tak kalah kerasnya dengan suaraku.
Tiba-tiba handphoneku berdering lagi. Aku mencoba mengabaikan dan terus melangkah keluar rumah.
***
„Aathifaa..Aathifaa....disini.“ kata seseorang yang suaranya tak asing lagi buatku. „Heiii..udah dari tadi?“ tanyaku sambil berlari ke arahnya.
„Baru 5  menitan.“ Kata orang yang tadi memanggil-manggil namaku. Nuria. Yaahh...dialah orang yang suaranya begitu aku kenali. Aku tak akan tertukar dengan siapapun meskipun aku hanya mendengar suaranya tanpa harus melihat wajahnya. Dia teman satu organisasi denganku. Dan kami bertemu dalam organisasi sosial yang kami jalani bersama. Memang belum lama kenal dengannya, tapi aku merasa seperti sudah mengenalnya sejak lama. Aku begitu nyaman ketika bersama dengan dia.
„Kita mau kemana nih?“ tanyanya tanpa melihatku. Dia sibuk mengamati lingkunga sekitar yang meskipun sudah kami lewati berkali-kali tapi rasanya selalu ada saja yang menarik untuk di amati di tempat tersebut.
“Enaknya kemana yaa?” kataku bukannya menjawab pertanyaannya malah bailk bertanya.
“Sebel deh, ngajak keluar tapi nggak jelas tujuannya?’ katanya mulai melotot ke arahku.
“Upsss…Soriii sorii. Bukannya gitu. Aku punya tujuan, cuma siapa tahu kamu juga punya usulan kita mau kemana gitu?” kataku dengan alasan yang biasa aku lontarkan tatkala kepergok ngajak jalan tapi nggak punya tujuan yang jelas.
Begitulah Nuria. Dia selalu bersedia menemani kemanapun aku pergi, tapi dia paling benci kalau aku tak punya tujuan yang jelas.
“Gilaa kamu yaa,, emang biasanya gimana?” katanya lagi mulai ngambek.
“yaahh ngambek deh.” Kataku.
“Auuu.”
Tiba-tiba aku tersandung sesuatu. Entah kenapa aku tersungkur. Padahal Cuma terkena batu kecil. „Kamu nggak papa?“ Kata Nuria membantuku berdiri.
„Iyaa,,,aku baik-baik aja.“
„Kenapa sih, perasaan nggak ada batu besar deh, kok bisa jatuh.“
„aku juga nggak tahu.“
Kami melanjutkan perjalanan tanpa tujuan yang jelas. Tanpa terasa kami sampai di sebuah pameran lukisan yang nggak begitu besar tapi lumayan banyak pengunjungnya. „kita mampir kesitu yuuk.“ Kataku. Nuria hanya manut saja, berjalan menggandeng tanganku. Cukup lama kami berkeliling melihat-lihat lukisan yang di pajang disana. Aku tak begitu paham dengan lukisan, tapi aku menikmati indahnya goresan-goresan tangan anak manusia yang serasa tanpa cacat sedikitpun.
„Assalamu’alaikum ukhtii..“ Kali ini terdengar sangat jelas. Tanpa penghalang layar handphone atau apapun. Aku berusaha mencari sumber suara. Dan meyakinkan, apakah salam tersebut benar-benar di tujukan untukku atau ada orang lain yang sedang saling sapa. Aku memutar badan, mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru tempat dimana lukisan-lukisan itu di pajang. Tak ada orang yang terlihat habis mengucapkan salam. Mereka sibuk dengan keasikan mereka menikmati lukisan-lukisan disana. Aku menepis rasa penasaranku dan berjalan menjauh dari tempatku berdiri.
Aku berjalan mendekati Nuria yang mulai asik dengan lukisan-lukisan di tempat itu. „udah puas belum?“ kataku mengagetkan Nuria yang sedang fokus mengambil gambar salah satu lukisan.
„euh...“ kata dia tetap fokus meskipun sempat menoleh ke arahku.
„bentar lagi.“ Katanya tanpa bergeming sedikitpun.
Aku sabar menunggu disampingnya. Tak berapa lama aku sudah bosan dan megajak Nuria pulang. Nuria hanya mendengus kesal. Aku tersenyum tanpa merasa bersalah sedikitpun. Begitulah kami. Serasa nggak ada yang perlu di canggungkan meskipun kami terkadang saling mengecewakan, tapi hubungan persahabatan kami selalu berjalan dengan damai.
***
„Darimana sayaang, kok cepet pulangnya, tumben. Biasanya betah banget kalau sudah keluar sama Nuria,” kata mama yang memang sudah mengetahui keakraban kami. “Ke pameran lukisan ma…”kataku. “Maaa,,,aku mandi dulu yaa.” Kataku sambil mencium tangan mama dan pergi ke kamar.
Aku langsung  memeriksa handphoneku. Tak ada yang aneh disana, hanya nomor yang tadi mengirim sms belum aku hapus. Aku masih bisa membaca dengan jelas sms yang aku terima sebelum aku pergi ke pameran lukisan tadi.
Tanganku mulai mengetik balasan untuk sms dari nomor tak bernama tadi. “Siapa?” tanyaku dalam balasan tersebut. Belum sempat aku menekan tombol send, ada sms baru yang masuk. Aku membatalkan sms balasan tadi dan mengecek sms yang baru saja masuk. Aku lihat nomornya, sama persis dengan nomor yang tadi pagi ngirim sms.
“Assalamu’alaikum ukhtii.. kok di sapa di pameran lukisan tadi nggak di jawab?” katanya dalam smsnya. Aku semakin penasaran. Akupun mencoba membalas smsnya. Rasanya aku belum pernah memberikan nomor hapeku ke orang yang sama sekali tak aku kenali. Kata “Siapa” yang tadi belum sempat aku kirimpun, sekarang telah melesat ke satelit di luar angkasa dan aku rasa sudah memasuki area yang di tuju. Aku meunggu balasannya, tapi tak juga di balas. Aku beranjak mandi, tiba-tiba nada sms dari hapeku kembali berdering. Aku langsung berlari mengambil hapeku, tanpa ba-bi-bu aku baca sms yang masuk. „Lupa ya?“ jawabnya.
„Maaf nomornya nggak ada namanya.“ Balasku lagi.
„Aku Faris.“
Sontak aku deg-degan nggak jelas membaca nama yang tertera dalam layar hapeku. Nama yang selama ini aku tunggu-tunggu kabarnya. Nama yang selama ini membuatku tak bisa berbuat apa-apa karena begitu merindunya. Nama yang selama ini selalu terselip dalam setiap doaku. Tapi apalah dayaku sebagai wanita berakhlak, yang katanya harus menjaga hati dan menjaga diri dari hubungan macam apapun dengan seorang ikhwan yang bukan muhrim. Aku sungguh tak bisa membohongi diriku, apalagi hatiku. Dia, telah terlanjur terlukis indah dalam lubuk hatiku.
Aku tak tahu harus berbuat apa, saking bahagianya hati ini. Aku terus pandangi nama yang tertera dalam sms tadi. Yaa Alloh, inikah jawaban dari setiap hembusan doaku? Atau ujiankah ini?  
„Wa’alaikum salam  mas Faris.“ Aku balas smsnya setelah lama bergelut dengan perasaan yang tak menentu. Diam-diam aku menunggu balasannya.
„Apa kabar ukhti Aathifa? Lama nggak ada kabar, kemana aja?“
„Alhamdulillah baik mas, mas sendiri gimana kabarnya?“
„Alhamdulillah baik juga. Lagi sibuk apa nih sekarang? Masih suka ngumpul bareng anak-anak?“
„Iya kadang-kadang mas, paling sering sama Nuria. Kita selalu jalan bareng.“ Obrolan kami megalir begitu saja. Berbagai hal kami ceritakan. Begitu bahagia rasanya hati ini. Sampai-sampai waktu berlalu begitu cepat.
„kapan bisa ketemu ukhti? Ada yang pingin aku omongin.“ katanya.
Aku tak langsung membalas. Aku ragu apakah aku yakin bisa bertemu dengannya atau tidak. Jujur. Aku sangat merindukannya, tapi kalau untuk bertemu, rasanya aku tak punya kekuatan untuk saling bertatap muka. Entahlah. Aku tak pernah punya keberanian untuk bisa berbincang dengan lawan jenis, apalagi itu orang lain. Aku biarkan smsnya tak berbalas.
Hari berlalu dan malam mulai singgah dalam peraduannya. Aku masih bingung memikirkan pertanyaan dari mas Faris. Sampai akhirnya aku lupa dan tertidur.
Nur ketemu yuk. Di tempat biasa ya, ada yang pingin aku omongin nih.
Smsku melesat ke tempat Nuria.
***
“Kenapa lagi Aathifa, baru kemarin kita ketemu udah minta ketemu lagi.”
“Aku kangen sama kamu.” Kataku meledek Nuria.
„Gombal. Pasti ada maunya .“ jawabnya
“Aku pingin ngomong sesuatu.”
“Kan bisa lewat sms ..”
“Nggak bisa, harus aku omongin langsung.”
„Apaan sih, serius banget kayaknya.“
„Sebenarnya nggak juga sih, tapi aku bingung nih.“
„Bingung“
Aku ceritakan semua yang aku hadapi kemarin sepulang dari pameran lukisan. Terlihat Nuria begitu serius mendengar curhatanku.
„Kamu coba ketemu aja kalau gitu.“
„Pliss deh Nur, kamu kan tahu aku nggak pernah ketemu sama ikhwan manapun. Mana aku berani.“
„Aku temenin.“ Katanya
Aku termenung. Ada baiknya juga kalau pergi bareng  Nuria.
„Ya udah. Nanti aku kabari lagi.“ Kataku.
„kamu mau pulang?“
„emang mau ngapain lagi?“
„yaa Alloh Aathifa, kita ketemu Cuma mau bilang kayak gini? Nggak. Nggak. Kita harus makan-makan dulu. Di kira nggak capek apa baru nyampe langsung pergi lagi.“ Kata Nuria protes.
„okke deh. Aku yang traktir. Mau makan apa?“
„Nah gitu dong....“ katanya dengan senyuman khasnya.
Akhirnya kita putuskan untuk makan dekat kita ketemu tadi.
„Yuk pulang. Kan udah kenyang.“ Kataku melirik ke arah Nuria. Dia nyerenges tanpa dosa.
***
„Ukhti...dalam diam aku berdoa,  semoga yang kuasa berkehendak menyatukan hati kita. Aku selalu menyelipkan namamu di setiap doaku, berharap semoga engkau memang bidadari syurga yang Alloh turunkan untukku. Tapi apakah engkau tahu ukhti,,,,hati ini selalu takut untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya ingin sekali aku ungkapkan. Lidah ini kelu setiap kali aku tatap wajah sendumu. Wajah yang selalu terairi air wudlu, wajah yang selalu tertunduk setiap kali engkau jumpa ikhwan yang bukan mukhrimmu. Ukhtii...dengan segenap keberanian aku kirimkan sepatah dua patah kata, berharap engkau akan memahami dan mengerti apa maksud dari tuisanku ini. Ukhtii ...jawablah salam dariku sekiranya engkau memang bersedia mengarungi samudra kehidupan bersamaku. Sekiranya engkau bersedia saling mengingatkan akan kekurangan-kekuranganku. Dan sekiranya engkau sudi menjadi ibu dari anak-anakku, dan menjadi madrasah bagi anak-anakku kelak. Assalamu’alaikum ukhti“
Aku baru saja sampai rumah, dan hatiku sudah dibuat berdebar-debar dengan kata-kata yang aku dapatkan dari mas Faris. Tanganku masih bergetar memegangi hapeku. Aku tak kuasa menahan linangan air mata yang mulai membanjiri pipiku. Yaa Allohh...benarkah dia jawaban dari setiap doa-doaku? Benarkah apa yang  aku ucapkan dalam doaku setiap saat Engkau kabulkan ya Alloh? Aku masih tak bisa mengontrol hatiku. Bahagia, senang, terharu, dan campur aduk...
Mas Faris tak memintaku hal yang lebih, dia hanya ingin kita saling melengkapi dan menguatkan. Tapi apa aku pantas yaa Alloh, dengan dia yang begitu sempurna di mataku. Di mata semua akhwat, mas Faris sempurna tiada cela.
Ya Alloh,,,haruskah aku jawab salamnya, dan aku tunggu pinangannya? Atau aku pura-pura tak tahu dengan apa yang baru saja aku baca? Hati ini terus saja bergejolak. Disisi lain aku begitu megharapkannya, tapi aku khawatir akan membuatnya kecewa dengan segala kekuranganku. Aku serasa tak punya kepercayaan diri kalau harus bersanding dengannya.
Aku mencoba mencari petunjuk dari Yang Maha Kuasa. Setelah yakin dengan jawabanya, akhirnya aku putuskan untuk menjawab salamnya.
„Wa’alaikum salam Akhi...“ hanya kata itu yang bisa aku kirimkan lewat sms yang dengan sepenuh hati aku ketik dan aku kirimkan pada orang yang  selama ini begitu aku inginkan menjadi imam dalam setiap sujud ibadahku. Orang yang selama ini aku tunggu agar aku bisa meng-aminkan setiap kalimah doa yang dia curahkan pada Tuhannya. Akhiii...semoga ibadah kita sempurna degan mengikuti perintah_Nya, dan sunnah Rosul-Nya. Ammiinn.